Rangkuman PAI Kelas 7 Bab 2 Kurikulum Merdeka
Berikut ini adalah Rangkuman Materi PAI Kelas 7 tentang Bab 2 Meneladan Nama dan Sifat Allah Untuk Kebaikan Hidup. Kami banyak membagikan rangkuman materi mata pelajaran dari kelas 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 11, dan 12. Kami juga akan terus memperbaharui ringkasan untuk Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013. Silakan lihat Rangkuman Materi PAI Kelas 7 Lengkap, untuk melihat semua materi yang telah kami rangkum.
Bab 2 Meneladan Nama dan Sifat Allah Untuk Kebaikan Hidup
[wptb id=28942]Mari Bertafakur
Tafakur adalah konsep yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai renungan atau perenungan. Istilah ini berasal dari bahasa Arab, “Tafakkara,” yang berarti memikirkan atau mempertimbangkan perkara. Tafakur merujuk pada tindakan merenung, memikirkan, atau menimbang-nimbang secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Dalam konteks agama Islam, tafakur memiliki dimensi yang lebih dalam. Tafakur merupakan suatu bentuk aktivitas spiritual di mana seseorang memikirkan dan merenungkan keberadaan Allah melalui segala ciptaan-Nya, termasuk dalam segala aspek yang ada di dalam diri manusia itu sendiri. Tafakur juga dapat dipahami sebagai usaha mendalam untuk mengenal Allah SWT dan mengingat-Nya dengan cara memperhatikan keindahan dan kompleksitas ciptaan-Nya.
Dalam ajaran Islam, tafakur adalah salah satu amalan penting yang diambil contoh dari Nabi Muhammad SAW. Nabi melakukan tafakur sebagai usaha untuk memahami Allah SWT secara lebih mendalam dan untuk meningkatkan pemahaman tentang tauhid (keyakinan atas keesaan Allah). Namun, tafakur juga memiliki aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggunakan konsep tafakur untuk merenungkan dan mengkaji peristiwa serta masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dan solusi yang bijaksana.
Nama-Nama Indah bagi Allah Swt.
Asmaul Husna berasal dari bahasa Arab “Al-Asmaa,” yang artinya nama-nama. Ini merujuk pada beberapa nama Allah SWT dengan tambahan “al-Husna,” yang berarti baik atau indah. Dalam istilahnya, Asmaul Husna merujuk pada nama-nama indah bagi Allah SWT. Asmaul Husna adalah hak milik Allah SWT yang mencerminkan kebesaran dan keagungan-Nya. Nama-nama ini memiliki sifat yang sempurna, sedangkan nama-nama baik bagi manusia memiliki banyak kelemahan.
Dalam kitab “asbabunnuzul,” dijelaskan bahwa Asmaul Husna turun saat Rasulullah sedang berdoa dengan menyebutkan nama-nama Allah seperti “Ya Rahman, Ya Rahim” saat shalat di Mekah. Namun, sebagian orang musyrik mendengar dan salah tafsir menganggapnya sebagai penyembahan kepada lebih dari satu Tuhan. Hal ini terkait dengan peristiwa yang menjadi latar belakang turunnya Surat Al-Isra:110. Ayat ini mengajarkan bahwa umat Islam dapat memanggil Allah dengan nama apa pun dari Asmaul Husna, dan disarankan untuk tidak mengeraskan atau merendahkan suara dalam shalat, melainkan mencari jalan tengah di antara keduanya.
Al-Alim
Al-Alim adalah salah satu dari asmaul husna, nama-nama terbaik Allah. Sa’id bin Musfir Al-Qahthani dalam “Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Jailani” menjelaskan bahwa asma ini menunjukkan bahwa Allah adalah Dzat Ilahiyah yang unik, tidak ada yang setara dengan-Nya. Oleh karena itu, nama-nama-Nya hanya berlaku bagi Allah.
Definisi al-Alim secara bahasa, seperti dijelaskan dalam buku “Terapi Mencerdaskan Hati” oleh Muhammad Syafie el-Bantanie, berasal dari kata ‘ilm atau ‘alima, yang berarti sesuatu yang sangat jelas.
Dalam konteks asmaul husna, Al-Alim mengacu pada Allah SWT yang Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Pengetahuan Allah tidak dapat dibandingkan dengan manusia, karena ilmu-Nya meliputi segala hal tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Pengetahuan manusia memiliki batas yang hanya dapat dijangkau oleh panca indra.
Sebagaimana dalam Surah Al-An’am ayat 59:
وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
Arab Latin: Wa ‘indahụ mafātihul-gaibi lā ya’lamuhā illā huw, wa ya’lamu mā fil-barri wal-bahr, wa mā tasqudu miw waraqatin illā ya’lamuhā wa lā habbatin fī dulumātil-ardi wa lā radbiw wa lā yābisin illā fī kitābim mubīn
Artinya: Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
Perilaku yang mencerminkan Al-Alim
Berikut adalah daftar contoh perilaku yang mencerminkan sifat Al-Alim (Yang Maha Mengetahui) dalam kehidupan di sekolah dan di rumah:
- Belajar dan Menuntut Ilmu yang Bermanfaat: Meneladani sifat Allah Al-Alim dengan menerapkan sikap rajin belajar dan terus menggali ilmu yang bermanfaat, sehingga kita menyadari betapa luasnya ilmu di dunia ini.
- Merenungi Ciptaan Allah: Berfikir dan merenungi kebesaran Allah dalam segala kondisi, baik berdiri, duduk, maupun berbaring.
- Tidak Berprasangka Buruk: Tidak berprasangka buruk pada orang lain dan menjauhi sifat dengki, iri, atau benci terhadap prestasi orang lain.
- Tidak Berbohong: Meneladani sifat Al-Alim dengan tidak berbohong dan selalu jujur, karena Allah mengetahui semua yang kita ucapkan.
- Tidak Melakukan Hal-Hal yang Dilarang Orang Tua: Menghormati orang tua dengan tidak melanggar larangan yang mereka berikan.
- Meluangkan Waktu Mengajari Teman yang Belum Mengerti: Membantu teman yang kesulitan memahami pelajaran di sekolah.
- Tidak Merasa Paling Segalanya: Menghindari sikap sombong dan merasa lebih dari orang lain.
- Tidak Mencontek dan Berbuat Curang: Menjauhi perilaku menyontek dan berbuat curang dalam segala situasi.
- Rajin Membaca dan Menambah Pengetahuan: Selalu rajin membaca dan tidak puas hanya dengan satu pengetahuan.
- Menerapkan Sikap Fastabiqul Khairat: Berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan tanpa mengharapkan pujian atau perhatian.
- Menerapkan Sikap Rendah Hati: Bersikap rendah hati, mengakui keterbatasan diri, dan tidak sombong.
Al-Khabir
Al Khabir adalah salah satu asmaul husna, yaitu nama-nama baik Allah yang memiliki arti Maha Teliti. Nama ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam buku “Rahasia Keajaiban Asmaul Husna” karya Syafi’ie el-Bantanie, Al Khabir berasal dari kata “khabara” yang artinya pengetahuan mendalam. Nama ini menggambarkan pengetahuan Allah yang sangat rinci tentang berbagai hal tersembunyi, menunjukkan arti ketelitian.
Ketelitian Allah juga dicontohkan dalam Al Quran surat An Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
Al Khabir menggambarkan Allah sebagai yang Maha Mengetahui dalam detail-detailnya, dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Oleh karena itu, seorang muslim harus mengamalkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengenali diri sendiri, memahami gejolak nafsu, dan membedakan antara bisikan baik dan buruk. Dengan pemahaman ini, seorang muslim dapat selalu waspada dan menghindari kesalahan.
Perilaku yang mencerminkan Al-Khabir
Berikut adalah beberapa contoh perilaku yang mencerminkan sifat Al-Khabir (Yang Maha Mengetahui) dan bagaimana sifat ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di sekolah:
Contoh Perilaku Al-Khabir di Rumah:
- Mengerjakan Tugas dan Perintah Orang Tua dengan Baik: Menghormati tugas dan perintah orang tua serta menjalankannya dengan baik sebagai bentuk penghormatan dan ketaatan.
- Menyusun Jadwal Kegiatan Harian: Menyusun jadwal harian yang teratur untuk mengatur waktu dengan bijaksana dan efektif.
- Mempersiapkan Segala Sesuatu dengan Mandiri: Mengajarkan kemandirian dengan mempersiapkan segala sesuatu termasuk pakaian dengan perhatian terhadap detail.
- Menerapkan Pengetahuan untuk Kebaikan: Menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memberikan manfaat bagi diri sendiri dan keluarga, serta membagikannya kepada orang lain.
Contoh Perilaku Al-Khabir di Sekolah:
- Belajar dengan Giat: Berkomitmen untuk belajar dengan tekun dan giat di sekolah, menunjukkan rasa ingin tahu dan upaya meningkatkan pengetahuan.
- Menyadari Batas Pengetahuan: Mengakui bahwa tidak semua hal dapat diketahui dan bersedia untuk bertanya atau mencari informasi lebih lanjut ketika tidak mengerti.
- Teliti dalam Menyelesaikan Masalah: Menyelesaikan masalah dengan teliti dan mencari solusi dengan penuh tanggung jawab, mengakui bahwa Allah memberikan pengetahuan dan hikmah dalam mengatasi masalah.
- Menggunakan Pengetahuan untuk Kebaikan: Menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu teman dan rekan sekolah dalam menyelesaikan tugas atau masalah, serta berkontribusi pada kebaikan dalam lingkungan sekolah.
Dengan menerapkan perilaku-perilaku di atas, kita dapat meneladani sifat Allah Al-Khabir dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di sekolah.
Al-Sami
Al Sami adalah salah satu dari asmaul husna, yang berarti Sang Pendengar. Nama ini menggambarkan Allah sebagai Maha Mendengar dengan pendengaran-Nya yang abadi dan tidak memerlukan alat atau organ seperti telinga. Allah memperhatikan setiap permohonan dan mendengarkan segala yang mencapai-Nya, baik itu diucapkan dengan keras atau diam-diam, dalam bahasa apapun.
Ditinjau dari akar kata sin-mim-ayn (س م ع) dalam bahasa Arab klasik, arti Al Sami meliputi konsep mendengar, mendengarkan, menerima, diberi tahu, memperhatikan, dan mengerti.
Dalam Al-Qur’an, nama Allah As-Sami disebutkan, dengan pendengaran-Nya yang jauh melebihi pendengaran kita. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa Allah mendengar tanpa organ pendengaran atau telinga, sebagaimana Dia bertindak tanpa anggota badan dan berbicara tanpa lidah; pendengarannya bebas dari segala kekurangan.
Contoh ayat yang mencakup makna ini adalah dalam Surat Saba ayat 50:
“Katakanlah: ‘Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat’.”
Pemahaman tentang pendengaran Allah mengajarkan bahwa Dia selalu mendekat kepada manusia dan selalu mendengarkan. Tidak ada batasan dalam persepsi-Nya, Dia mendengar segala hal, termasuk yang tersembunyi dan yang dirasakan oleh hati. Oleh karena itu, manusia diajak untuk berdoa dan memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena tidak ada batasan bagi kekuasaan-Nya. Atribut ini juga mengingatkan bahwa Allah selalu ada untuk mendengar doa hamba-Nya, sehingga tidak perlu berpindah tempat untuk mendekati-Nya.
Perilaku yang mencerminkan Al-Sami
- Mendengar Hal-Hal Baik: Menggunakan pendengaran kita untuk mendengarkan hal-hal yang baik, seperti pengajian, bacaan Al-Quran, nasihat positif, dan kata-kata yang memotivasi. Hal ini mencerminkan keinginan untuk memperkuat iman dan mendapatkan kebaikan dari apa yang didengarkan.
- Menjauhi Hal-Hal yang Tidak Baik: Menolak mendengarkan hal-hal yang buruk, seperti gosip, fitnah, ghibah (menggunjing), kata-kata kasar, dan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini mencerminkan penghormatan terhadap Allah yang Maha Mendengar dan kesadaran akan akibat dari pendengaran yang negatif.
- Memelihara Ucapan dan Perilaku: Sifat “As Sami” juga mengingatkan kita untuk memelihara lidah dan ucapannya. Dengan mengucapkan kata-kata yang baik, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif dan membantu orang lain untuk mendengarkan hal yang baik pula.
- Menjaga Pertanggungjawaban: Menyadari bahwa segala yang didengar akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, kita harus berhati-hati dalam memilih apa yang didengarkan. Menolong orang lain untuk mendengarkan hal-hal positif juga menjadi amal yang baik.
Al-Basir
Al-Basir adalah salah satu dari asmaul husna, yang berarti Yang Maha Melihat. Nama ini menggambarkan Allah sebagai yang Maha Melihat segala hal sepanjang waktu dan dalam detail. Kata ini berasal dari akar kata “b-s-r” dalam bahasa Arab Klasik, yang mencakup arti melihat, menatap, memperhatikan agar paham, mengetahui memahami, berwawasan, dan sadar sepenuhnya.
Konsep Al-Basir juga dijelaskan dalam buku “Rahasia Keajaiban Asmaul Husna” karya Syafi’ie el-Bantanie. Ia menguraikan bahwa Al-Basir berasal dari kata “Bashara,” yang awalnya berarti pengetahuan terhadap sesuatu dan kemudian berkembang menjadi arti melihat.
Pemahaman tentang Al-Basir memungkinkan umat muslim untuk mengimani bahwa Allah Maha Melihat dengan memperhatikan segala hal di alam semesta. Ini juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara sebagai berikut:
- Melihat Tanda-Tanda Kebesaran Allah: Dengan melihat tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di sekitar lingkungan, seseorang dapat merenung dan memperdalam keimanan serta ketaatannya.
- Menggunakan Indra Penglihatan untuk Ibadah: Menggunakan indra penglihatan untuk melihat hal-hal baik dan mengarahkan diri pada ibadah yang benar.
- Penggunaan Indra Penglihatan dalam Kegiatan Bermanfaat: Menggunakan indra penglihatan untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat seperti belajar dan bekerja.
Konsep Al-Basir mengajarkan bahwa Allah melihat segala sesuatu, termasuk hal-hal yang halus dan kecil di seluruh alam semesta. Umat muslim juga diajak untuk melakukan instrospeksi diri, melihat kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta mempertajam kesadaran akan keberadaan Allah dalam setiap aspek kehidupan.
Perilaku yang mencerminkan Al-Basir
Contoh Perilaku Al Bashir di Sekolah
- Menunjukkan Hormat kepada Guru: Menunjukkan rasa hormat dan perhatian kepada guru saat memberikan penjelasan di kelas, serta mengajukan pertanyaan dengan sopan.
- Membantu Teman yang Kesulitan: Membantu teman sekelas yang menghadapi kesulitan dalam memahami materi atau mengerjakan tugas.
- Kedisiplinan di Sekolah: Datang tepat waktu, mengikuti aturan sekolah dengan disiplin, dan menjaga ketertiban di lingkungan sekolah.
- Berkontribusi dalam Kebaikan: Mengingatkan teman-teman untuk menjauhi pelanggaran, berbuat baik, dan berpartisipasi dalam kegiatan positif di sekolah.
- Kerja Keras dan Kehandalan: Mengerjakan tugas-tugas dengan sungguh-sungguh, tidak menyontek, dan menunjukkan kejujuran dalam prestasi akademis.
Contoh Perilaku Al Bashir di Lingkungan Masyarakat
- Hormat kepada Orang Lain: Menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, orang yang lebih tua, dan semua anggota masyarakat.
- Bantu Sesama: Membantu tetangga atau orang lain yang membutuhkan bantuan, seperti membantu membawa barang atau memberikan pertolongan.
- Patuh pada Aturan: Mematuhi aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, seperti aturan lalu lintas, membayar pajak, dan lainnya.
- Antisipasi Kekerasan: Tidak terlibat dalam aksi kekerasan dan berusaha mencegah tindakan kekerasan di lingkungan masyarakat.
- Aktif dalam Kegiatan Sosial: Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti penggalangan dana, bakti sosial, atau kampanye kebersihan.
- Komunikasi yang Sopan: Berbicara dengan sopan dan menghormati orang lain dalam setiap komunikasi, baik langsung maupun melalui media sosial.
- Integritas dalam Tugas: Menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik mungkin, serta bersikap jujur dalam amanah yang diberikan.
Dengan mengadopsi perilaku-perilaku di atas, seseorang dapat meneladani sifat “Al Bashir” dalam berbagai aspek kehidupan, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.