Rangkuman Materi PPKN Kelas 7 Kurikulum Merdeka Bab 2 Norma dan UUD NRI Tahun 1945 PDF
Berikut ini adalah Rangkuman Materi PAI Kelas 7 tentang Bab 2 Norma dan UUD NRI Tahun 1945 PDF. Kami banyak membagikan rangkuman materi mata pelajaran dari kelas 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 11, dan 12. Kami juga akan terus memperbaharui ringkasan untuk Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013. Silakan lihat Rangkuman Materi PPKN Kelas 7 Lengkap, untuk melihat semua materi yang telah kami rangkum.
Bab 2 Norma dan UUD NRI Tahun 1945
[wptb id=28942]Pengertian Norma
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), norma dapat diartikan sebagai pedoman atau peraturan yang mengikat individu-individu dalam suatu kelompok masyarakat.
Norma memiliki sifat yang mengikat, sehingga siapa pun yang melanggarnya akan dikenai sanksi atau konsekuensi tertentu.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, norma dapat berbentuk peraturan tertulis maupun aturan yang tidak terucapkan secara resmi.
Setiap wilayah memiliki peraturan yang khas, yang juga dibarengi dengan hukuman yang berbeda-beda.
Nilai Penting Norma
Menurut pandangan dari pakar ilmu sosial, Soerjono Soekanto, tujuan dari pembentukan norma adalah untuk memastikan bahwa interaksi dalam masyarakat berjalan sesuai dengan harapan.
Terdapat beberapa nilai penting yang melekat pada norma, yaitu:
- Menciptakan tatanan dan rasa aman secara bersama-sama.
- Mencegah benturan kepentingan di antara anggota masyarakat.
- Membentuk etika dan karakter personal manusia.
- Menjadi panduan bagi setiap individu dalam menjalani kehidupan bersosialisasi.
- Mewujudkan prinsip keadilan dalam kehidupan berkomunitas, berbangsa, dan bernegara.
Dengan adanya pengaturan melalui norma, semua individu akan memperoleh manfaat yang serupa dari struktur tersebut, sejalan dengan prinsip kelima dalam Pancasila.
Jenis Jenis Norma
Secara umum, norma dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis utama:
- Norma agama
- Norma moral
- Norma sosial
- Norma hukum
Norma agama merujuk pada peraturan atau pedoman yang bersumber dari ajaran agama atau teks suci yang diyakini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Norma moral adalah norma yang berasal dari naluri batiniah manusia.
Norma sosial atau etiket berakar dari kebiasaan atau tata krama yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Norma hukum merupakan aturan yang mengatur perilaku individu dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara.
Norma dan Nilai-nilai Pancasila
Di Indonesia, norma memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai Pancasila, yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, serta nilai keadilan sosial.
Norma ketuhanan mencerminkan norma yang berkaitan dengan nilai ketuhanan.
Norma kemanusiaan merujuk pada norma yang berhubungan dengan nilai kemanusiaan.
Norma persatuan menggambarkan norma yang terkait dengan nilai persatuan.
Norma kerakyatan menunjukkan norma yang terkait dengan nilai kerakyatan.
Norma keadilan sosial mencakup norma-norma yang terhubung dengan nilai keadilan sosial.
Hak dan Kewajiban dalam Norma
Setiap norma selalu mengandung hak dan kewajiban.
Dalam setiap norma terkandung hal-hal yang harus diperoleh oleh semua individu yang terikat oleh norma tersebut.
Norma juga selalu mengandung hal-hal yang harus dilakukan oleh setiap individu tersebut, sejalan dengan persyaratan yang ada dalam norma itu sendiri.
Ingatkah Anda perbedaan mendasar antara hak dan kewajiban?
Konsepsi Hak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak merujuk pada istilah ‘milik’ atau ‘kepemilikan’.
Selain itu, hak juga mencakup makna ‘wewenang’ atau kemampuan yang diakui oleh kelompok atau masyarakat.
Oleh karena itu, hak melibatkan unsur ‘milik’, ‘kepemilikan’, atau ‘wewenang’.
Hak-hak ini harus diberikan kepada setiap individu yang diatur oleh norma-norma yang berlaku.
Penting untuk dicatat bahwa hak tidak selalu muncul setelah norma atau peraturan diciptakan.
Beberapa hak ada sebelum norma atau peraturan itu sendiri dan dikenal sebagai Hak Asasi Manusia (HAM).
HAM ini dimiliki oleh setiap individu sejak lahir, termasuk hak untuk hidup, hak beragama, dan hak untuk menyatakan pendapat.
Nilai-nilai HAM menggarisbawahi pentingnya menghormati setiap individu.
Konsepsi Kewajiban
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kewajiban diartikan sebagai “tindakan yang harus dilaksanakan.”
Dalam konteks norma, kewajiban merupakan hal yang harus dijalankan sesuai dengan ketentuan dalam norma tersebut.
Kewajiban dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:
- Kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Kewajiban kepada sesama manusia
- Kewajiban terhadap alam
Dalam masyarakat Islam, tiga jenis kewajiban ini disebut sebagai tiga hubungan, sementara dalam masyarakat Hindu Bali disebut sebagai Tri Hita Karana, yang berarti ‘tiga faktor kebahagiaan’.
Penerapan Hak dan Kewajiban
Pemenuhan hak dan kewajiban memiliki keterkaitan yang tak terpisahkan.
Untuk menjalankan pemenuhan hak dan kewajiban secara optimal, setiap individu perlu memperhatikan hak-hak orang lain terlebih dahulu.
Langkah selanjutnya adalah memenuhi hak-hak tersebut dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan kewajiban masing-masing.
Dengan memenuhi hak-hak orang lain dengan sepenuh hati, kewajiban terhadap diri sendiri otomatis terpenuhi.
Setelah itu, kita dapat mengajukan hak-hak pribadi untuk dipenuhi oleh individu lain yang memiliki kewajiban terkait hak-hak tersebut.
Jadi, urutan antara hak dan kewajiban adalah melakukan kewajiban terlebih dahulu sebelum menuntut hak-hak.
Perlunya Dasar Hukum Tertulis
Dalam tatanan negara, banyak aturan yang mengatur masyarakat. Untuk mencegah kontradiksi yang berhubungan dengan hak dan kewajiban individu, diperlukan dasar hukum tertulis. Dasar hukum tertulis adalah landasan yang menghindari konflik di antara undang-undang dan ketentuan lain.
UUD NRI Tahun 1945 sebagai Dasar Hukum Tertulis
Dasar hukum tertulis harus dibangun berdasarkan fondasi negara yang telah ditetapkan, seperti halnya Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. UUD NRI Tahun 1945 terbentuk sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan dasar hukum tertulis yang berlaku untuk semua hukum di Indonesia.
Proses Perumusan dan Pengesahan UUD NRI Tahun 1945
Perumusan UUD NRI Tahun 1945 dimulai dengan pembentukan Pancasila oleh BPUPK pada tanggal 1 Juni 1945. Panitia Sembilan diserahi tugas menyusun sila-sila Pancasila, yang selesai pada tanggal 22 Juni 1945. Pancasila menjadi pondasi dalam merumuskan dasar hukum tertulis. Dalam sidang kedua BPUPK pada 10-17 Juli 1945, Pembukaan Undang-Undang Dasar disetujui. BPUPK lalu membentuk Panitia Dasar untuk menyusun isi Undang-Undang Dasar, yang dikenal sebagai “batang tubuh” Undang-Undang Dasar.
Proses Pengesahan UUD NRI 1945
PPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal 16 Agustus 1945. Pada 17 Agustus 1945, yang juga bertepatan dengan hari Jumat tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriah, Indonesia merdeka. PPKI melanjutkan sidang pada 18 Agustus, yang menghasilkan beberapa keputusan penting, termasuk menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden serta mengesahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar. Pembukaan ini menjadi inti Undang-Undang Dasar yang disahkan oleh PPKI dan dikuatkan oleh KNIP pada 19 Agustus 1945. UUD ini dikenal sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD NRI Tahun 1945.
Sistematika UUD NRI Tahun 1945
Setelah perubahan dan amendemen, sistematika UUD NRI Tahun 1945 terdiri dari tiga bagian awal: pembukaan, bagian batang tubuh, dan bagian penjelasan. Saat ini, struktur ini reduksi menjadi pembukaan dan pasal-pasal. Pembukaan mencakup prinsip-prinsip dasar negara seperti bentuk negara, tujuan negara, dan Pancasila sebagai dasar negara. Batang tubuh terdiri dari 16 bab dan 37 pasal, dengan aturan peralihan dan aturan tambahan. Penjelasan mengenai batang tubuh terdapat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7, tanggal 15 Februari 1946.
Amendemen UUD NRI Tahun 1945
Perubahan Undang-Undang, yang juga dikenal sebagai amendemen, merupakan upaya untuk merevisi UUD NRI Tahun 1945 guna menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Proses perubahan ini dilaksanakan mulai tahun 1999 hingga tahun 2002. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar diubah secara bertahap melalui serangkaian sidang MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat).
Amendemen UUD NRI Tahun 1945 dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
- Perubahan pertama, terjadi dalam Sidang MPR pada tanggal 14-19 Oktober 1999, di mana terdapat 9 pasal yang mengalami perubahan.
- Perubahan kedua dilaksanakan melalui sidang pada tanggal 1-18 Agustus 2000, yang memodifikasi 25 pasal yang terdapat dalam lima bab.
- Perubahan ketiga dijalankan melalui Sidang MPR pada tanggal 1-9 November 2001, dan melibatkan perubahan pada 22 pasal.
- Perubahan keempat terwujud dalam Sidang MPR pada tanggal 1-10 Agustus 2002, yang mengakibatkan perubahan pada 13 pasal.
Apa saja yang mengalami perubahan?
Pada amendemen pertama, terdapat perubahan yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden hingga maksimal dua kali masa jabatan atau selama 10 tahun. Setelah mengabdi selama 10 tahun, presiden dan wakil presiden tidak dapat kembali dipilih.
Amendemen kedua menekankan bahwa masyarakat akan langsung memilih wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Amendemen ketiga memberikan wewenang kepada rakyat untuk langsung memilih presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya dilakukan secara tidak langsung melalui MPR.
Amendemen keempat, di antara isu-isu lain, berfokus pada bidang pendidikan. Melalui amendemen ini, pemerintah wajib mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran negara untuk pendidikan.