Banyak dari kita pasti pernah mengalami situasi di mana jam pulang kerja terasa semakin lama tertunda. Entah karena pekerjaan yang belum selesai atau tugas baru yang terus berdatangan, bekerja lembur menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari. Tidak hanya di lingkungan kantor, fenomena ini juga sering dialami oleh banyak profesional muda di berbagai sektor industri.
Seiring bertambahnya beban pekerjaan, jam kerja reguler kerap kali tidak lagi cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Jika pekerjaan ditinggalkan begitu saja dengan harapan bisa diselesaikan keesokan harinya, yang terjadi justru sebaliknya: tugas menumpuk, dan tekanan untuk menyelesaikannya semakin besar. Lembur pun menjadi satu-satunya solusi untuk memenuhi target yang diberikan atasan.
Akibatnya, semakin banyak waktu yang dihabiskan di kantor, bahkan hingga akhir pekan. Bagi sebagian orang, weekend yang seharusnya menjadi waktu istirahat atau kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga justru dihabiskan untuk mengejar tenggat waktu pekerjaan yang belum selesai. “Sudah capek kerja 5 hari, ditambah lembur pula,” keluh salah satu profesional muda yang kami temui.
Bagi para profesional muda yang terbiasa bekerja lebih dari 8 jam sehari, bagaimana dampaknya terhadap kehidupan pribadi mereka? Tentu saja, dampaknya sangat terasa. Selain kondisi fisik yang mudah lelah, banyak responden dalam survei ini menyatakan bahwa mereka sering merasa kurang sehat dan kehabisan energi. Akhir pekan yang seharusnya digunakan untuk beristirahat atau melakukan aktivitas yang menyenangkan sering kali hanya dihabiskan untuk tidur demi memulihkan tenaga.
Survei juga menunjukkan bahwa 79,7% responden merasa kehilangan waktu berkualitas bersama orang-orang terdekat mereka. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sangat penting bagi kesehatan mental dan kebahagiaan seorang individu.