Sejarah Kelahiran Pancasila – PPKN Kelas 7
Sejak zaman dahulu, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat di wilayah yang saat ini membentuk negara Indonesia.
Karena alasan inilah, sebelum kita merunut sejarah lahirnya Pancasila, kita perlu memahami konteks kehidupan bangsa Indonesia pada masa lampau.
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia pada masa lalu dapat dikelompokkan menjadi beberapa periode penting:
Masa Sejarah Awal
Pada zaman pra-aksara sebelum abad ke-3 Masehi, nilai-nilai Pancasila telah tercermin dalam berbagai aspek. Konsep Ketuhanan tampak dalam upacara keagamaan seperti penggunaan nekara atau gong perunggu yang ditemukan dari Sumatra hingga Nusa Tenggara Timur. Nilai Kemanusiaan dan Persatuan tercermin dalam lukisan-lukisan gua di berbagai wilayah, termasuk Papua, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan. Patung-patung purba seperti yang ditemukan di Lembah Bada, Sulawesi Tengah, dan Gunung Dempo, Sumatra Selatan, menjadi bukti nyata perkembangan nilai-nilai ini, yang semakin menguat melalui prasasti-prasasti batu.
Masa Kerajaan Nusantara
Kemakmuran bangsa Indonesia semakin meningkat pada akhir abad ke-7. Kerajaan besar Sriwijaya muncul di Sumatra, diikuti oleh Wangsa Sanjaya dan Syailendra di Jawa. Contoh nyata nilai-nilai Pancasila tergambar dalam Candi Borobudur sebagai monumen Buddha terbesar di dunia, serta Candi Prambanan yang mewakili tradisi Hindu. Kedua candi ini mencerminkan prinsip-prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial yang kuat. Selanjutnya, kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Demak, dan Ternate muncul, menyebarkan agama Islam dan Bahasa Melayu ke seluruh Nusantara. Zaman Demak dijuluki sebagai “zaman renaisans” atau kebangkitan Nusantara oleh budayawan WS Rendra. Nilai-nilai Ketuhanan dan Keadilan Sosial tetap menjadi sorotan dalam masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara ini, seiring dengan perkembangan nilai-nilai Kemanusiaan, Persatuan, dan Kerakyatan.
Mengamati perjalanan ini, dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip yang kemudian diabadikan dalam Pancasila telah lama menyatu dengan jati diri dan sejarah bangsa Indonesia. Dalam setiap tahap perkembangannya, nilai-nilai ini terus berkembang dan menjadi landasan bagi pemahaman identitas dan visi nasional Indonesia.
Masa Penjajahan
Pada masa itu, kekayaan alam Indonesia menarik minat orang asing untuk berdagang, namun kemudian mereka berubah menjadi penjajah.
Kekuasaan diserahkan secara berurutan kepada bangsa-bangsa seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan pada akhirnya Belanda, yang menjajah Indonesia selama sekitar 350 tahun.
Berbagai perlawanan pun timbul di berbagai wilayah, seperti:
- Di Sumatra, tokoh seperti Sultan Iskandar Muda, Sultan Badaruddin, Si Singamaraja, Imam Bonjol, dan Cut Nya’ Dhien memimpin perlawanan dalam Perang Paderi (1803-1837) dan Perang Aceh (1873-1904).
- Di Jawa, Perang Diponegoro (1825-1830) menjadi sorotan.
- Tokoh-tokoh seperti Pattimura di Maluku, Jelantik di Bali, Pangeran Antasari di Kalimantan, Sultan Babullah di wilayah perairan Maluku dan Papua, Hang Tuah di Selat Malaka, serta Sultan Hasanuddin di Laut Sulawesi dan Laut Jawa ikut dalam perlawanan.
- Semua perlawanan ini mencerminkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Persatuan.
Masa Kebangkitan Nasional
Ketika memasuki abad ke-20, gerakan politik mulai muncul, termasuk:
- Budi Utomo, didirikan oleh Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908.
- Sarekat Islam yang dikomandoi oleh Cokroaminoto.
- Muhammadiyah yang diprakarsai oleh K.H. Ahmad Dahlan.
- Nahdlatul Ulama yang dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari.
- Indische Partij, sebuah partai yang didirikan oleh Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.
- Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa untuk pendidikan rakyat.
Begitu juga, usaha melalui karya sastra, seperti tulisan dari Abdul Muis dan Marah Rusli serta para penulis Balai Pustaka, turut mendukung perjuangan.
Puncaknya terjadi pada Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, di mana para pemuda bersumpah “bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa yang satu, yakni Indonesia.” Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Meski Jepang datang pada tahun 1942 dan menggantikan Belanda sebagai penjajah, semangat perjuangan untuk merdeka terus mengedepankan nilai-nilai Kemanusiaan dan Persatuan.
Kelahiran Pancasila
Jepang, yang sedang berperang dalam Perang Dunia II, berusaha memenangkan dukungan rakyat Indonesia. Untuk itu, mereka membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
BPUPK ditugasi merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Merancang Dasar Negara
BPUPK didirikan pada 29 April 1945, dikepalai oleh Radjiman Wedyodiningrat, dengan 69 anggota yang mewakili beragam suku bangsa di Indonesia, juga termasuk suku keturunan asing serta perwakilan Jepang.
Sidang pertama BPUPK diresmikan pada 28 Mei 1945 di gedung Chuo Sangi-in, kini Gedung Pancasila di Kementerian Luar Negeri Jakarta. Sidang ini berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, dengan mengutamakan perumusan dasar negara.
Hari Lahir Pancasila
Pada akhir sidang BPUPK, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas untuk dasar negara Indonesia, serta mengusulkan nama Pancasila. Pada tanggal 1 Juni 1945, semua peserta sidang sepakat dengan nama Pancasila.
Sejak itu, tanggal 1 Juni dijadikan sebagai Hari Lahir Pancasila.
Perumusan Pancasila
Dalam proses perumusan Pancasila, terlihat bahwa isi Pancasila terdiri dari lima prinsip yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Angka lima memiliki makna penting dalam Pancasila, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ir. Soekarno. Ia mengaitkan angka ini dengan berbagai simbolik yang mencerminkan nilai-nilai dalam Pancasila, seperti jumlah jari manusia, panca indera yang berjumlah lima, dan juga hubungannya dengan jumlah Rukun Islam dalam kepercayaan umat Islam.
Proses perumusan tersebut melibatkan sembilan individu terpilih, termasuk nama-nama seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan lainnya. Panitia dengan sembilan anggota ini kemudian dikenal dengan nama Panitia Sembilan, dengan Soekarno sebagai ketua dan Hatta sebagai wakil.
Pada bulan Juni, para anggota Panitia Sembilan berdiskusi dengan intensitas, dan akhirnya, pada tanggal 22 Juni 1945, mereka mencapai rumusan akhir untuk Pancasila.
Diskusi Perumusan
Proses perumusan Pancasila melibatkan serangkaian diskusi yang menarik dan mendalam. Terjadi perdebatan antara Wahid Hasyim dan beberapa anggota lainnya yang berpendapat bahwa Indonesia sebaiknya didasarkan pada prinsip agama. Di sisi lain, Soekarno, Hatta, dan beberapa anggota lainnya menekankan bahwa negara Indonesia haruslah berdiri tanpa didasarkan pada agama. Mereka mengkhawatirkan bahwa karena mayoritas penduduk Indonesia menganut Islam, pendekatan ini mungkin membuat minoritas merasa tidak nyaman.
Pemecahan akhirnya adalah kesepakatan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara kebangsaan, bukan negara berdasarkan agama, dengan prinsip Ketuhanan dijadikan sebagai sila yang pertama.
Kesepakatan Piagam Jakarta
Proses musyawarah Panitia Sembilan berlanjut hingga malam tanggal 22 Juni 1945. Usulan awal dari Ir. Soekarno kemudian diubah urutannya menjadi:
- Sila Pertama: Ketuhanan
- Sila Kedua: Kemanusiaan
- Sila Ketiga: Persatuan
- Sila Keempat: Kerakyatan
- Sila Kelima: Keadilan
Setelah mendiskusikan dan merenungkannya kembali, akhirnya semua anggota panitia setuju dengan rumusan Pancasila pada saat itu.
Rumusan tersebut adalah sebagai berikut:
- Sila Pertama: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
- Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Sila Ketiga: Persatuan Indonesia.
- Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
- Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penetapan Pancasila
Sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) diadakan pada tanggal 10-14 Juli 1945 di Pejambon, Jakarta. Sidang ini membahas Rancangan Dasar hukum tertulis yang akan menjadi Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang baru.
Seluruh anggota BPUPK sepakat untuk menjadikan naskah Piagam Jakarta sebagai bagian dari Pembukaan dari Undang-Undang Dasar tersebut, dan juga mengatur agar rumusan Pancasila diakui sebagai bagian dari Pembukaan tersebut.
Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan
Kekuatan Jepang mulai melemah, terutama setelah Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu pada tanggal 6 Agustus 1945. Jepang ingin menjaga wibawanya di mata Indonesia, sehingga pada tanggal 8 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Radjiman diangkut ke Saigon, Vietnam, oleh Jepang.
Di sana, Jenderal Jepang tampaknya berjanji mendukung kemerdekaan Indonesia dan menetapkan tanggal 24 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia.
Akibatnya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk sebagai pengganti BPUPK. Soek
arno menjadi ketua PPKI dan Hatta sebagai wakilnya. PPKI mulai bersidang pada 16 Agustus 1945 di Jakarta untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Meskipun ada dorongan dari tokoh-tokoh pemuda agar kemerdekaan diumumkan dengan cepat, pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta secara resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh rakyat Indonesia.
Penetapan Dasar Negara
Setelah Indonesia merdeka, tahap berikutnya adalah penetapan resmi dasar negara. Pancasila, yang telah disepakati sebelumnya, perlu diresmikan sebagai landasan bagi negara yang baru berdiri.
Namun, walaupun telah mendapatkan persetujuan dalam sidang sebelumnya, terdapat kelompok masyarakat yang berpendapat bahwa rumusan sila pertama Pancasila, yang berhubungan dengan Ketuhanan, terlalu cenderung berbau Islami. Beberapa pihak beranggapan bahwa perlu ada perubahan dalam rumusan ini untuk menjadikannya lebih inklusif.
Setelah dilakukan serangkaian diskusi untuk menemukan solusi yang diterima oleh berbagai pihak, akhirnya mereka setuju untuk mengganti rumusan sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan ini merupakan hasil kompromi antara berbagai pandangan.
Persetujuan dari tokoh-tokoh Islam dalam perubahan ini dianggap sebagai pemberian hadiah kepada seluruh bangsa Indonesia, menunjukkan semangat inklusivitas dan semangat persatuan yang diinginkan oleh pendiri negara.
Oleh karena itu, rumusan Pancasila mengalami perubahan yang menghasilkan formulasi yang sama persis dengan isi Pancasila seperti yang dikenal saat ini.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang yang membahas:
- Penetapan Pembukaan Dasar hukum tertulis negara, yang termasuk rumusan Pancasila di dalam bagian pembukaan tersebut.
- Penetapan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
- Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang akan memainkan peran penting dalam pengaturan pemerintahan dan pembentukan undang-undang.
Dengan ini, dasar negara Indonesia resmi ditetapkan dan langkah-langkah awal menuju pembangunan negara yang merdeka telah ditemukan.